Jakarta – Kerja keras memang perlu, tetapi tubuh punya batas kemampuan tertentu. Kalau dipaksakan, bukannya produktif yang ada malah sakit-sakitan dan nggak bahagia.
MelitaAndini, Wellbeing Facilitator dari Remedi Indonesia, menyebut toxic productivity semacam itu awalnya di dasari obsesi melakukan sesuat uuntuk mengembangkan diri. Namun karena tidak mengenali batas, maka akhirnya semua-semua dikerjakan.
“Tanda-tandanya tuh rasa bersalah karena kita ‘say no’. Nggak enakan,” kata Melita dalam perbincangan di program detik Pagi baru-baru ini.
“Sebenarnya tubuh kita sangat pintar nunjukin bahwa sebenarnya kita butuh waktu untuk istirahat,” jelas Melita.
Salah satu cara untuk mengatasi hal itu adalah dengan melakukan professional detachment, yakni memberi kesempatan bagi diri sendiri untuk mengambil jarak dari pekerjaan. Bisa dengan membuat ‘to do list’, selalu menyempatkan waktu untuk istirahat, dan juga memisahkan emosi dengan pekerjaan.
“Kenali diri kita, kita bikin ekspektasi yang realistis sehingga tujuan atau goals itu mudah untuk kita jalankan,” saran Melita.
ANUyungPramudiarja